Pernahkah Anda mengalami patah hati,
ketika pujaan hati belahan jiwa, orang yang
Anda cintai dengan sepenuh hati tiba-tiba
meninggalkan Anda, baik dengan ataupun
tanpa alasan yang jelas, sehingga keadaan
diri Anda seperti apa yang diungkapkan
Pasha Ungu dalam lirik-lirik lagunya:
Pernah kah kau merasa 2x
Cukup sudah kuberikan cintaku
Cukup sudah rasa ini untukkmu
Mati sudah hati ini padamu
Mati sudah hasrat ingin bersamamu
Pernah kah kau merasa
Hatimu Hampa
Pernah kah kau merasa
Hatimu Kosong
Jika pernah, Anda tentu akan dihadapkan
pada beberapa kemungkinan pilihan.
Pertama, Anda akan larut dalam kepatah-
hatian Anda, lalu bersikap destruktif bukan
saja terhadap lingkungan tapi juga terhadap
diri sendiri. Puncak dari kondisi ini bisa jadi
mendorong keinginan Anda untuk bunuh diri.
Kedua, Anda memilih melupakan patah-hati
tersebut dengan cara mencari pelarian
dalam bentuk-bentuk yang lain. Pilihan
ketiga, anda berusaha mengolah kepatah-
hatian itu dengan jiwa yang besar, bahwa
hal tersebut suatu peristiwa yang biasa saja
terjadi dalam sebuah percintaan, bahkan
mungkin sesuatu yang bisa dinikmati.
Pilihan pertama dan kedua tentu bukanlah
pilihan cerdas dan bijak karena larut dalam
kepatah hatian dan upaya mencari pelarian
akan menyeret pada sejumlah tindakan yang
merugikan, tidak saja untuk diri sendiri
tetapi juga untuk keluarga. Patah hati yang
berkepanjangan dengan segala ekses yang
ditimbulkan merupakan bentuk ”kekosongan
hati” dari keyakinan terhadap keberadaan
Tuhan, Dzat yang telah menggariskan
kehidupan dan menetapkan takdir baik buruk
manusia. Sebaliknya, kemampuan untuk
mengendalikan diri ketika ditinggal kekasih
atau pujaan hati adalah bentuk penghayatan
terhadap realitas kehidupan disamping
merupakan kesabaran dalam menghadapi
musibah.
Kehilangan kekasih, putus cinta, atau
ditinggal pasangan sejatinya merupakan
sunnah kehidupan, yakni bahwa yang
memiliki pasti suatu saat akan kehilangan.
Rasulullah mengingatkan kita tentang hal ini
dengan ungkapan ahbib man syi’ta fainnaka
mufariquh (cintailah orang sesusakamu,
tetapi ingatlah kau pasti akan kehilangan
dirinya).
Karenanya, dalam mencintai seseorang atau
sesuatu seharusnya tidak perlu
menghabiskan seluruh perasaan berupa
”cinta mati” atau juga ”cinta buta”, karena
sakitnya hati akibat kehilangan cinta model
ini akan terasa begitu dalam. Cinta dengan
membabi buta seringa kali merampas ”cinta
sejati” kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yang pada gilirannya dapat mereduksi
pengorbanan seorang hamba kepada
Tuhannya.
Cinta kepada Allah adalah pangkal segala
cinta yang menaungi seluruh cinta-cinta
yang lain. Keberadaan cinta agung ini
diharapkan dapat menumbuhkan cinta
makhluk kepada sesamanya. Hanya saja,
cinta kepada Allah haruslah tetap utama.
Menomorduakan cinta Allah akan memicu
”murka” Allah. Dalam al-Taubah: 24,
ditegaskan: "Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan
(dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-
Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik.
Diantara bukti cinta manusia kepada Allah
adalah kemauannya yang tulus untuk selalu
menghadirkan-Nya lewat ucapan (dzikir)
maupun lewat tindakan dengan mengikuti
perintahNya. Kehadiran Allah melalui dzikir
akan mendatangkan ketentraman hati (QS.
Al-Ra’d : 28) bagi orang yang beriman.
Sementara tindakan mengikuti perintah-Nya
akan mendekatkan seseorang kepada
Tuhannya, mendapatkan ridho-Nya, serta
dijanjikan ketentraman hati yang tentunya
akan berdampak pada kehidupan yang
damai dan sejahtera. Jadi, jangan biarkan
hatimu hampa dari dzikir kepada Allah
meski sedang ”hampa” karena kehilangan
kekasih atau pujaan hati. Dzikir kepada
Allah akan membantumu meringankan
beban kehilangan tersebut, karena masih
ada Dzat Yang Maha Pengasih dan
Penyayang yang mencintaimu baik sebagai
muslim maupun manusia
Senin, 27 Juli 2015
Hampa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar