Imam Malik menyebutkan bahwa generasi terakhir tidak akan berjaya,
kecuali mengikuti jejak generasi pertama. Kemenangan umat Islam yang
dipimpin oleh Rasullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan para
sahabatnya berhasil menyingkirkan dua super power saat itu: Persia dan
Romawi. Beratus-ratus tahun kejayaan itu berlangsung sampai menerangi
sebagian w
ilayah barat dan timur. Cordova menjadi sinar Islam di
Barat, dan Baghdad menjadi sinar Islam di Timur. Direbutnya Baghdad oleh
pasukan Tartar dan jatuhnya Cordova ke tangan penjajah salibis membuat
kekuatan Islam melemah dan memberikan peluang bagi Barat untuk memulai
infasi militernya
- Masalah Dominasi Barat -
Dengan
dominasi Barat, sebagian umat Islam mempunyai jiwa infriority complex
menganggap bahwa kekuatan Islam telah habis dan harus menghadapi model
kehidupan Barat yang maju dan modern, baik sistem politiknya (demokrasi)
maupun sistem ekonominya (kapitalisme), atau antithesa dari sikap itu
mereka mengadopsi sistem politik Timur (Sovyet) yang komunis-sosialis.
Adapun pihak ketiga, mereka tidak ingin sepenuhnya mengadopsi sistem
Barat maupun Timur, mereka mengadopsi nasionalisme lokal dengan
menjadikan Islam sebagai agama formal. Artinya, secara lahir mereka
beragama Islam, tetapi hakikatnya mereka hidup dengan sistem non-Islam.
Sebagian umat Islam mencari bentuk perjuangan lain: ada yang berjuang
lewat jalur politik; ada yang berjuang lewat jalur ekonomi; ada yang
berjuang lewat dakwah; dan ada pula yang berjuang lewat jihad, dan
lain-lain.
Di antara suara nyaring dari umat Islam adalah seruan
mengadopsi sistem demokrasi yang dianggap dapat menjadi jalan keluar
bagi umat Islam yang tinggal berdampingan dengan masyarakat nonmuslim.
Hal inilah yang mendorong para pemikir muslim bertanya, mengapa seluruh
pemikiran luar diadopsi, sedangkan sistem Islam malah dijauhi.
- Sistem Islam Bagian dari Agama Islam -
Manhaj salaf as-saleh berarti jalan atau metode pemahaman Islam yang
ditempuh oleh generasi terbaik yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, sahabat, tabi'in, dan tabi'it-tabi'in, atau sampai
generasi ketiga, sesuai dengan sabda Nabi yang artinya, "Sebaik-baik
manusia yang berada pada abadku kemudian generasi berikutnya sampai
terdapat kaum-kaum dimana syahadat mereka mendahului sumpahnya dan
sumpahnya mendahului sahadatnya." (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Hal ini juga berdasarkan Alquran yang menekankan kepada kita untuk
mengikuti generasi terbaik, yaitu para sahabat dalam banyak ayat (Ali
Imran: 110, An-Nisaa': 115, At-Taubah: 100, dan lain-lain). Karena,
pemahaman mereka terhadap Islam paling selamat, seperti yang diungkapkan
oleh Imam al-Laalikaa'i yang artinya, "Sesungguhnya hal yang paling
wajib atas seseorang adalah makrifat terhadap din dan apa-apa yang Allah
bebankan kepada hamba-hamba-Nya berupa pemahaman tauhid terhadap-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan membenarkan utusan-utusan-Nya dengan dalil
keyakinan, dengan cara istidlal dengan hujjah dan penjelasan. Dan
sebaik-baik ucapan dan hujjah yang rasional adalah Alquran dan sabda
Rasulullah serta perkataan para sahabat, kemudian ijma' para salaf
as-saleh dan berpegang teguh terhadap keseluruhannya sampai hari kiamat
serta manjauhi berbagai bid'ah yang diada-adakan oleh para penyesat,
sekalipun hanya mendengarkannya." (Syarah Ushul I'tiqad Ahli Sunnah wal
Jamaah, oleh al-Laalikaa'i, juz I, hlm. 9).
Ibnu Mas'ud kepada
para tabi'in, "Kalian (para tabi'in) lebih banyak puasa dan salat
daripada sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal
mereka lebih baik daripada kalian. Mereka berkata, 'Apa sebabnya?'
Beliau menjawab, 'Karena mereka lebih zuhud dari kalian dalam masalah
dunia dan lebih mengutamakan akhirat'." Ibnu Qayyim menceritakan dalam
kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa Ibnu Mubarak pernah ditanya, kapan
seseorang boleh berfatwa, maka beliau menjawab, "Apabila dia menguasai
dalil dan mengerti realitas masyarakat." Demikian pentingnya memahami
realitas masyarakat dalam rangka menegakkan perjuangan Islam
Upaya sungguh-sungguh untuk memahami dan mempraktekkan dengan benar
penegakan syariat Islam dengan cara Islam. Meskipun kenyataan di
lapangan banyak upaya itu dilakukan dengan beragam cara. Adakalanya
dengan cara islami namun sifatnya parsial, adapula yang tidak islami
tetapi berusaha melegitimasinya dengan dalil-dalil syar'i, dengan lebih
banyak bersifat ijtihad pada saat ada dalil. Ini yang menjadi soal,
sebab ijtihad hanya dilakukan pada saat tidak ada dalil atau dalil bisa
dipahami lebih dari satu pengertian.
Karenanya, kita dapati
berbagai corak perjuangan yang dilakukan umat Islam satu sama lain
menekankan pentingnya bidang garapan yang digelutinya. Para politisi
muslim, umpamanya, menekankan bahwa perjuangan Islam yang paling efektif
adalah melalui jalur politik. Sementara, para ekonom muslim
menganalisa, mana mungkin perjuangan Islam bisa berhasil kalau umat
Islam lemah ekonominya. Demikian pula para juru dakwah, mereka
mengemukakan bahwa perjuangan Islam yang paling dominan adalah umat
Islam ini kembali berpegang teguh kepada Islam agar meraka jaya, tanpa
memperinci lebih jauh apa dan bagaimana realisasinya ?
- Tanggung jawab berjuang diluar Syariat -
Kita menyadari bahwa tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di
hari akhirat adalah tanggung jawab personal. Artinya, Allah tidak
membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita, kecuali kita
mempunyai andil dalam persoalan tersebut. Karenanya, banyak ayat yang
menekankan tanggung jawab ini.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya." (2: 286).
"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri." (4: 84).
"Hai orang-orang yang beriman selamatkan diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." (66: 6).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
"Mulailah dengan diri kalian sendiri atau mulailah dengan keluargamu."
Dengan demikian, prioritas kita adalah menyelamatkan diri sendiri dari
segala kemungkinan penyimpangan terhadap misi utama kehidupan kita,
yaitu:
"Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (51: 56).
Apabila kita sadari hal itu, kita akan memahami arti ibadah
seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan
kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT.
"Segala apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik perkataan, perbuatan
yang nampak ataupun yang tersembunyi." (Ibnu Taimiyah, al-Ubudiyah, hlm.
1).
Ini mengandung pengertian bahwa seluruh aktivitas kita harus
sesuai dengan syariat Islam. Jadi, fokus kita adalah bahwa yang menjadi
acuannya adalah syariat Islam. Karenanya, tidak benar seseorang yang
belum mengerti ajaran Islam dalam membangun kepribadiannya, tetapi sudah
sibuk bagaimana menegakkan Islam. Tidak berarti tidak penting, tetapi
prosesnya salah. Sesudah seseorang dalam sekup individu melaksanakan
tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah, dia akan melangkah menempati
posisi di masyarakatnya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Di
sinilah terjadi interaksi dan kooperasi antara anggota masyarakat
muslim.
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran." (5: 2).
Tanggung jawab pun semakin luas sesuai
dengan kapasitas kemampuannya, sehingga dengan posisi masing-masing itu
akan dimintai pertanggungjawabannya.
"Ketahuilah bahwa setiap
kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap
apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada di tengah manusia
adalah penanggung jawab dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi
tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya
dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan
seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suami dan anaknya dan
dia akan ditanya tentang mereka." (HR Bukhori, Muslim dan selain
keduanya).
Apabila setiap individu tidak melaksanakan tanggung
jawab sebagai hamba Allah yang melaksanakan syariat sesuai dengan
kemampuannya, ia berarti berkhianat.
"Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu
sedangkan kamu mengetahui." (QS 8: 27).
Dalam istilah fikih,
tanggung jawab personal itu ada fardu ain sendangkan tanggung jawab
kolektif itu fardu kifayah. Adalah salah besar kalau ada orang yang
mengutamakan fardu kifayah (tanggung Jawab kolektif) daripada tanggung
jawab fardu ain. Tetapi, menjadi sangat baik kalau dia mengerjakan
fardlu ain, juga melaksanakan fardu kifayahnya. Kalau tidak, seluruh
umat berdosa.
Gambaran di atas akan lebih jelas pada
personifikasi Rosulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan
dari perjuangan umat Islam. Dan, mempelajari perjuangan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak boleh sepotong-sepotong, seperti mereka yang
terperangkap dengan mengotak-kotakan masa Mekah dan masa Medinah.
Karena, Islam sudah lengkap dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mempraktikkan secara sempurna. Makanya, kewajiban kita adalah memahami
sirah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu secara komperehensif dan
mempraktikkan sesuai dengan kapasitas dan kondisi kita.
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian...." (64: 16).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan arahan atas kelengkapan syariat Islam yang harus kita pedomani:
"Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan hal-hal yang wajib, maka
janganlah kalian meninggalkannya dan telah memberikan batasan-batasan
maka janganlah kalian melanggarnya. Dia mengharamkan sesuatu maka
janganlah kalian melanggarnya dan mendiamkan banyak hal sebagai rahmat
bagi kalian, maka janganlah kalian mencari-cari (hukum)nya." (HR
Daruqutni, hadis hasan).
- Batasan Sistem sangat Jelas -
Beliau menekankan pegangan yang harus dipedomani pada saat terjadi perbedaan atau perselisihan:
"Maka barangsiapa yang hidup di antara kalian, niscaya akan melihat
perbedaan yang banyak. Maka, hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan
juga Sunnah khulafa ar-rasyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigitlah
dengan gigi geraham dan hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara yang
diciptakan karena sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat." (HR Abu Daud
dan Tirmizi, hadis hasan).
Secara ringkas kita melihat praktik Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam membangun kekuatan Islam.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berada di Makkah membuat
kader yang difokuskan di rumah-rumah dan terutama di rumah Arqom bin Abi
Arqom. Di antara kader yang matang ditugasi menyampaikan dakwah seperti
Mushab bin 'Umair yang dikirim ke Madinah.
Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam mencari tempat yang kondusif untuk mengembangkan
dakwah dan kekuatan Islam. Beliau pergi ke Thoif, tetapi tidak cocok.
Kemudian beliau memilih ke Madinah karena mendapat sambutan di sana.
Kemudian beliau membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dan
penempatan kader. Langkah berikutnya beliau mempererat hubungan sesama
muslim dengan mempersaudarakan Muhajirin (dari makkah) dan Anshor (dari
Madinah). Beliau membuat "Piagam Madinah" untuk membentengi umat Islam
dan memberikan hak-hak non muslim.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam mempersiapkan kekuatan untuk menghadang segala upaya ofensif kaum
kuffar. Sampai 27 kali beliau berperang, antara perang defensif dan
perang ofensif (seperti perang Tabuk). Di sini menjadi jelas bahwa
kesatuan visi yaitu membangun akidah yang benar sampai kesatuan langkah
yaitu kepada kekuatan jihad merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar