Jumat, 14 Maret 2014

berjuan dengan cara islam

Imam Malik menyebutkan bahwa generasi terakhir tidak akan berjaya, kecuali mengikuti jejak generasi pertama. Kemenangan umat Islam yang dipimpin oleh Rasullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan para sahabatnya berhasil menyingkirkan dua super power saat itu: Persia dan Romawi. Beratus-ratus tahun kejayaan itu berlangsung sampai menerangi sebagian w
ilayah barat dan timur. Cordova menjadi sinar Islam di Barat, dan Baghdad menjadi sinar Islam di Timur. Direbutnya Baghdad oleh pasukan Tartar dan jatuhnya Cordova ke tangan penjajah salibis membuat kekuatan Islam melemah dan memberikan peluang bagi Barat untuk memulai infasi militernya
- Masalah Dominasi Barat -
Dengan dominasi Barat, sebagian umat Islam mempunyai jiwa infriority complex menganggap bahwa kekuatan Islam telah habis dan harus menghadapi model kehidupan Barat yang maju dan modern, baik sistem politiknya (demokrasi) maupun sistem ekonominya (kapitalisme), atau antithesa dari sikap itu mereka mengadopsi sistem politik Timur (Sovyet) yang komunis-sosialis.
Adapun pihak ketiga, mereka tidak ingin sepenuhnya mengadopsi sistem Barat maupun Timur, mereka mengadopsi nasionalisme lokal dengan menjadikan Islam sebagai agama formal. Artinya, secara lahir mereka beragama Islam, tetapi hakikatnya mereka hidup dengan sistem non-Islam. Sebagian umat Islam mencari bentuk perjuangan lain: ada yang berjuang lewat jalur politik; ada yang berjuang lewat jalur ekonomi; ada yang berjuang lewat dakwah; dan ada pula yang berjuang lewat jihad, dan lain-lain.
Di antara suara nyaring dari umat Islam adalah seruan mengadopsi sistem demokrasi yang dianggap dapat menjadi jalan keluar bagi umat Islam yang tinggal berdampingan dengan masyarakat nonmuslim.
Hal inilah yang mendorong para pemikir muslim bertanya, mengapa seluruh pemikiran luar diadopsi, sedangkan sistem Islam malah dijauhi.
- Sistem Islam Bagian dari Agama Islam -
Manhaj salaf as-saleh berarti jalan atau metode pemahaman Islam yang ditempuh oleh generasi terbaik yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sahabat, tabi'in, dan tabi'it-tabi'in, atau sampai generasi ketiga, sesuai dengan sabda Nabi yang artinya, "Sebaik-baik manusia yang berada pada abadku kemudian generasi berikutnya sampai terdapat kaum-kaum dimana syahadat mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului sahadatnya." (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Hal ini juga berdasarkan Alquran yang menekankan kepada kita untuk mengikuti generasi terbaik, yaitu para sahabat dalam banyak ayat (Ali Imran: 110, An-Nisaa': 115, At-Taubah: 100, dan lain-lain). Karena, pemahaman mereka terhadap Islam paling selamat, seperti yang diungkapkan oleh Imam al-Laalikaa'i yang artinya, "Sesungguhnya hal yang paling wajib atas seseorang adalah makrifat terhadap din dan apa-apa yang Allah bebankan kepada hamba-hamba-Nya berupa pemahaman tauhid terhadap-Nya, sifat-sifat-Nya, dan membenarkan utusan-utusan-Nya dengan dalil keyakinan, dengan cara istidlal dengan hujjah dan penjelasan. Dan sebaik-baik ucapan dan hujjah yang rasional adalah Alquran dan sabda Rasulullah serta perkataan para sahabat, kemudian ijma' para salaf as-saleh dan berpegang teguh terhadap keseluruhannya sampai hari kiamat serta manjauhi berbagai bid'ah yang diada-adakan oleh para penyesat, sekalipun hanya mendengarkannya." (Syarah Ushul I'tiqad Ahli Sunnah wal Jamaah, oleh al-Laalikaa'i, juz I, hlm. 9).
Ibnu Mas'ud kepada para tabi'in, "Kalian (para tabi'in) lebih banyak puasa dan salat daripada sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal mereka lebih baik daripada kalian. Mereka berkata, 'Apa sebabnya?' Beliau menjawab, 'Karena mereka lebih zuhud dari kalian dalam masalah dunia dan lebih mengutamakan akhirat'." Ibnu Qayyim menceritakan dalam kitabnya, I'lamul Muwaqqi'in, bahwa Ibnu Mubarak pernah ditanya, kapan seseorang boleh berfatwa, maka beliau menjawab, "Apabila dia menguasai dalil dan mengerti realitas masyarakat." Demikian pentingnya memahami realitas masyarakat dalam rangka menegakkan perjuangan Islam
Upaya sungguh-sungguh untuk memahami dan mempraktekkan dengan benar penegakan syariat Islam dengan cara Islam. Meskipun kenyataan di lapangan banyak upaya itu dilakukan dengan beragam cara. Adakalanya dengan cara islami namun sifatnya parsial, adapula yang tidak islami tetapi berusaha melegitimasinya dengan dalil-dalil syar'i, dengan lebih banyak bersifat ijtihad pada saat ada dalil. Ini yang menjadi soal, sebab ijtihad hanya dilakukan pada saat tidak ada dalil atau dalil bisa dipahami lebih dari satu pengertian.
Karenanya, kita dapati berbagai corak perjuangan yang dilakukan umat Islam satu sama lain menekankan pentingnya bidang garapan yang digelutinya. Para politisi muslim, umpamanya, menekankan bahwa perjuangan Islam yang paling efektif adalah melalui jalur politik. Sementara, para ekonom muslim menganalisa, mana mungkin perjuangan Islam bisa berhasil kalau umat Islam lemah ekonominya. Demikian pula para juru dakwah, mereka mengemukakan bahwa perjuangan Islam yang paling dominan adalah umat Islam ini kembali berpegang teguh kepada Islam agar meraka jaya, tanpa memperinci lebih jauh apa dan bagaimana realisasinya ?
- Tanggung jawab berjuang diluar Syariat -
Kita menyadari bahwa tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di hari akhirat adalah tanggung jawab personal. Artinya, Allah tidak membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita, kecuali kita mempunyai andil dalam persoalan tersebut. Karenanya, banyak ayat yang menekankan tanggung jawab ini.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya." (2: 286).
"Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri." (4: 84).
"Hai orang-orang yang beriman selamatkan diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." (66: 6).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Mulailah dengan diri kalian sendiri atau mulailah dengan keluargamu."
Dengan demikian, prioritas kita adalah menyelamatkan diri sendiri dari segala kemungkinan penyimpangan terhadap misi utama kehidupan kita, yaitu:
"Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (51: 56).
Apabila kita sadari hal itu, kita akan memahami arti ibadah seluas-luasnya, yaitu segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT.
"Segala apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik perkataan, perbuatan yang nampak ataupun yang tersembunyi." (Ibnu Taimiyah, al-Ubudiyah, hlm. 1).
Ini mengandung pengertian bahwa seluruh aktivitas kita harus sesuai dengan syariat Islam. Jadi, fokus kita adalah bahwa yang menjadi acuannya adalah syariat Islam. Karenanya, tidak benar seseorang yang belum mengerti ajaran Islam dalam membangun kepribadiannya, tetapi sudah sibuk bagaimana menegakkan Islam. Tidak berarti tidak penting, tetapi prosesnya salah. Sesudah seseorang dalam sekup individu melaksanakan tanggung jawab dirinya sebagai hamba Allah, dia akan melangkah menempati posisi di masyarakatnya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Di sinilah terjadi interaksi dan kooperasi antara anggota masyarakat muslim.
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (5: 2).
Tanggung jawab pun semakin luas sesuai dengan kapasitas kemampuannya, sehingga dengan posisi masing-masing itu akan dimintai pertanggungjawabannya.
"Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah penanggung jawab dan setiap kalian akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Imam yang ada di tengah manusia adalah penanggung jawab dan dia akan ditanyai terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang suami bertanggung jawab terhadap keluarganya dan dia akan ditanyai tentang apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dan seorang isteri bertanggung jawab terhadap rumah suami dan anaknya dan dia akan ditanya tentang mereka." (HR Bukhori, Muslim dan selain keduanya).
Apabila setiap individu tidak melaksanakan tanggung jawab sebagai hamba Allah yang melaksanakan syariat sesuai dengan kemampuannya, ia berarti berkhianat.
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui." (QS 8: 27).
Dalam istilah fikih, tanggung jawab personal itu ada fardu ain sendangkan tanggung jawab kolektif itu fardu kifayah. Adalah salah besar kalau ada orang yang mengutamakan fardu kifayah (tanggung Jawab kolektif) daripada tanggung jawab fardu ain. Tetapi, menjadi sangat baik kalau dia mengerjakan fardlu ain, juga melaksanakan fardu kifayahnya. Kalau tidak, seluruh umat berdosa.
Gambaran di atas akan lebih jelas pada personifikasi Rosulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan dari perjuangan umat Islam. Dan, mempelajari perjuangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak boleh sepotong-sepotong, seperti mereka yang terperangkap dengan mengotak-kotakan masa Mekah dan masa Medinah. Karena, Islam sudah lengkap dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mempraktikkan secara sempurna. Makanya, kewajiban kita adalah memahami sirah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu secara komperehensif dan mempraktikkan sesuai dengan kapasitas dan kondisi kita.
"Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian...." (64: 16).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan arahan atas kelengkapan syariat Islam yang harus kita pedomani:
"Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan hal-hal yang wajib, maka janganlah kalian meninggalkannya dan telah memberikan batasan-batasan maka janganlah kalian melanggarnya. Dia mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya dan mendiamkan banyak hal sebagai rahmat bagi kalian, maka janganlah kalian mencari-cari (hukum)nya." (HR Daruqutni, hadis hasan).
- Batasan Sistem sangat Jelas -
Beliau menekankan pegangan yang harus dipedomani pada saat terjadi perbedaan atau perselisihan:
"Maka barangsiapa yang hidup di antara kalian, niscaya akan melihat perbedaan yang banyak. Maka, hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan juga Sunnah khulafa ar-rasyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham dan hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara yang diciptakan karena sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat." (HR Abu Daud dan Tirmizi, hadis hasan).
Secara ringkas kita melihat praktik Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam membangun kekuatan Islam.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berada di Makkah membuat kader yang difokuskan di rumah-rumah dan terutama di rumah Arqom bin Abi Arqom. Di antara kader yang matang ditugasi menyampaikan dakwah seperti Mushab bin 'Umair yang dikirim ke Madinah.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mencari tempat yang kondusif untuk mengembangkan dakwah dan kekuatan Islam. Beliau pergi ke Thoif, tetapi tidak cocok. Kemudian beliau memilih ke Madinah karena mendapat sambutan di sana. Kemudian beliau membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dan penempatan kader. Langkah berikutnya beliau mempererat hubungan sesama muslim dengan mempersaudarakan Muhajirin (dari makkah) dan Anshor (dari Madinah). Beliau membuat "Piagam Madinah" untuk membentengi umat Islam dan memberikan hak-hak non muslim.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mempersiapkan kekuatan untuk menghadang segala upaya ofensif kaum kuffar. Sampai 27 kali beliau berperang, antara perang defensif dan perang ofensif (seperti perang Tabuk). Di sini menjadi jelas bahwa kesatuan visi yaitu membangun akidah yang benar sampai kesatuan langkah yaitu kepada kekuatan jihad merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh.

Tidak ada komentar: